Tanggal 20 Mei yang kita peringati saban tahun sebagai Hari Kebangkitan Nasional merupakan momen sakral dan bersejarah bagi bangsa Indonesia. 20 Mei 1908 adalah tanggal berdirinya organisasi Budi Utomo yang menandai lahirnya semangat persatuan dan nasionalisme.
Hari Kebangkitan Nasional dapat menjadi bahan bagi kita terutama kaum
muda merefleksikan perjuangan para pendahulu, membangkitkan semangat persatuan,
dan memperkuat tekad untuk membangun bangsa yang lebih maju.
Banyak tokoh bangsa yang terlibat dalam perjuangan menggerakan kebangkitan
bangsa, di antaranya Ernest Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi), Tjipto
Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara (Soewardi Soeryaningrat) yang dikenal
dengan sebutan Tiga Serangkai. Peran
mereka sangat penting, khususnya melalui pendirian Indische Partij (Partai
Hindia), organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan
sendiri. Melalui media surat kabar De Expres dan De Locomotief, Mereka
menyuarakan pemikiran politik dan kebangsaan sekaligus kritik terhadap
pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Eduard Douwes Dekker (1820 - 1887), adalah seorang penulis terkenal. Beliau
mewaris darah Belanda dari ayahnya, dan Ibunya yang berdarah Jerman-Jawa.
Douwes Dekker menggunakan nama pena Multatuli (dari bahasa Latin yang berarti
"aku telah banyak menderita”) pada bukunya
yang terkenal, “Max Havelaar”. Sebuah novel satir berisi kritik atas perlakuan
buruk penjajah Belanda terhadap warga pribumi.
Douwes Dekker memihak kaum pribumi karena keprihatinannya terhadap
penindasan dan diskriminasi yang mereka alami dari pemerintah kolonial Belanda.
Perjuangannya untuk kaum pribumi juga didorong oleh kesadaran akan pentingnya
kesetaraan dan keadilan sosial karena sebagai seorang keturunan Belanda dengan
darah Indonesia, Beliau merasakan ketidakadilan yang dialami oleh kaum pribumi.
Pada tahun 1924, Douwes Dekker mendirikan sekolah yang diberi nama Ksatrian
Instituut di Bandung, Jawa Barat. Sekolah ini didirikan dengan tujuan utama
memberikan pendidikan yang lebih baik dan luas kepada anak-anak bumiputra,
keturunan Tionghoa, dan Indo-Eropa.
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (1889 - 1959) yang lebih dikenal
dengan nama barunya Ki Hajar Dewantara adalah tokoh pelopor pendidikan nasional.
Beliau mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta yang
menekankan kebebasan belajar, kreativitas, dan patriotisme.
Perguruan ini didirikan dengan tujuan memberikan pendidikan kepada
semua anak Indonesia, tanpa memandang status sosial atau ekonomi mereka. Menurut
Ki Hajar Dewantara, pendidikan yang layak harus dapat diakses oleh seluruh
rakyat Indonesia.
Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa pendidikan harus berpusat pada
anak, memperhatikan kodrat alam dan kodrat zaman, serta mengutamakan
kemerdekaan dalam belajar. Pemikirannya juga mencakup pentingnya pendidikan
kultural dan nasional, serta peran guru sebagai pamong yang menuntun anak.
Ki Hajar Dewantara memiliki semboyan yang terkenal, yaitu "Ing
ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani".
Semboyan ini memiliki makna "Di depan memberi contoh, di tengah membangun
semangat, dan di belakang memberi dorongan". Ki Hajar Dewantara juga menekankan
pentingnya peran Tri Pusat Pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat
dalam pendidikan (Tri Pusat Pendidikan).
Pemikiran Ki Hajar Dewantara menjadi landasan penting bagi pendidikan
nasional. Atas jasanya mengembangkan Pendidikan Indonesia, Presiden Soekarno
memberi Beliau gelar Bapak Pendidikan nasional pada tahun 1959 dan menjadikan tanggal
kelahirannya 2 Mei sebagai Pendidikan nasional.


.jpeg)





Posting Komentar