Ada dua definisi mutu yang menarik untuk dicermati. Pertama, Ishikawa Goemon (1915-1989) yang menyatakan bahwa mutu adalah kepuasan pelanggan. Pendapat kedua dari Joseph M. Juran (1904- 2008). Dia menjelaskan mutu adalah kemampuan suatu produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Dari kedua definisi tersebut nampaknya dapat dipahami bahwa mutu adalah sejauh mana pelanggan merasa puas dengan jasa atau manfaat suatu produk. Apabila users merasa produk yang digunakannya memberikan manfaat sesuai ekspektasinya maka produk tersebut dapat dikatakan bermutu.
Dikaitkan dengan pendidikan, mutu dapat dimaknai sejauh mana tingkat
keunggulan lembaga pendidikan yang mencakup semua aspek pendidikan, mulai dari
input: guru, kurikulum, sarana prasarana, hingga output: hasil belajar
siswa, dan outcome: manfaat pendidikan bagi masyarakat sesuai dengan
harapan pengguna: orang tua siswa.
Manajemen yang efektif dalam mutu pendidikan memastikan bahwa semua
sumber daya digunakan secara optimal untuk mencapai standar kualitas yang
diinginkan, sehingga menghasilkan
pengalaman belajar yang memuaskan dan bermanfaat bagi semua pihak yang
terlibat.
Salah satu unsur penting dalam manajemen mutu pendidikan adalah eksistensi
pemimpin mengingat perannya yang signifikan dalam membawa sekolah ke arah
kemajuan. Pemimpin memegang kunci utama dalam merumuskan visi, misi, dan
strategi Lembaga yang efektif. Pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin yang berjiwa
leadership.
Pemimpin sekolah yang visioner sangat dibutuhkan untuk membawa kemajuan
lembaga pendidikan. Ini karena seorang pemimpin visioner memiliki inisiatif
atau ide berkemajuan, mempunyai visi yang jelas menghadapi masa depan, dan
mampu melihat peluang-peluang yang belum terlihat oleh orang lain. Tidak kalah
pentingnya adalah pemimpin yang berjiwa leadership yaitu pemimpin yang
memiliki kemampuan mempengaruhi, memotivasi, dan mengarahkan orang lain untuk
mencapai tujuan bersama.
Banyak gaya kepemimpinan yang dipraktikkan di lingkungan pendidikan. Franklyn
(1951) mengemukakan ada tiga gaya pokok kepemimpinan, yaitu:
1. Kepemimpinan Otokratis
(Outoctatic/ Authoritarian leadership)
Kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang
memiliki ciri antara lain menganggap organisasi sebagai milik pribadi, arogan,
mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi. Pemimpin bergaya otokratis
cenderung bersifat otoriter dengan menganggap bawahan sebagai alat semata,
tidak mau menerima kritik dan saran. Pemimpin bergaya ini dalam aktivitasnya menggunakan
pendekatan paksaan dan bersifat menghukum karena mengandalkan kekuasaan formal.
Kepala sekolah bergaya otokrasi cenderung membuat keputusan secara unilateral,
membatasi partisipasi guru dan staf, dan mengharapkan kepatuhan yang tinggi.
2. Kepemimpinan Demokratis
(Democratic/ Participative leadership)
Gaya
kepemimpinan yang menekankan partisipasi dan kolaborasi antara pemimpin dan
bawahan dalam pengambilan keputusan dikenal dengan gaya kepemimpinan demokratis.
Pemimpin bergaya ini mendorong orang-orang yang dipimpinnya untuk berpartisipasi, memberikan saran, dan memberikan umpan balik untuk mencapai tujuan bersama. Kepala sekolah yang menerapkan gaya demokratis membangun hubungan yang baik, mendorong inovasi, dan memberikan kesempatan pengembangan karir bagi guru dan staf sekolah.
3. Kepemimpinan Laissez
Faire Leadership
Gaya
kepemimpinan Laissez Faire memberikan kepercayaan dan otonomi yang luas kepada
tim. Bawahan diberikan kebebasan penuh membuat keputusan dan menjalankan
pekerjaan mereka sendiri tanpa pengawasan atau intervensi yang ketat dari
pemimpin. Kepala sekolah yang mempraktikkan gaya kepemimpinan ini akan memberikan
kebebasan penuh kepada guru dan staf untuk mengambil keputusan.







1 komentar